" Kristen dan Kolonialisme "


Ketika kekuasaan kolonial menaklukkan hampir seluruh benua Afrika dan mengikat penduduk Afrika mulai dari mahkota hingga ke ujung kaki dalam rantai-rantai ikatan politik, mereka tidak harus menunggu lama sampai tangan dan kaki mereka terikat dalam rantai-rantai perbudakan ekonomi. Penaklukan-penaklukan imperial tidak akan bermakna tanpa suatu penaklukan ekonomi rakyat. Tidak jauh di belakang para penguasa politik dan ekonomi, datanglah para pendeta Kristen, mengenakan jubah kerendahan hati dan pengorbanan diri.

Tujuan mereka mengunjungi Afrika tampil [seolah-olah] sama sekali bertolak belakang dengan tujuan barisan depan politik dan ekonomi mereka. Mereka datang tidak untuk memperbudak, seperti yang mereka katakan, tetapi untuk memerdekakan jiwa Afrika. Cukup mengejutkan bahwa rakyat Afrika tidak mempertanyakan niat yang tampaknya mulia itu. Mengapa mereka tidak mempertanyakan secara hormat para pemimpin Gereja yang ramah dan dermawan, misalnya mengapa para pendeta itu harus kasihan hanya terhadap jiwa-jiwa mereka saja ?

Tidakkah para pendeta itu dapat melihat betapa tubuh mereka telah diperbudak secara keji? Bagaimana sampai kemerdekaan politik mereka tanpa alasan telah dirampas? Bagaimana sampai mereka telah diikat dalam rantai-rantai perbudakan ekonomi? Mengapa para pendeta itu tidak kasihan terhadap kondisi lahiriah mereka yang dibelenggu dan mengapa mereka hanya tertarik pada pembebasan jiwa suatu masyarakat yang telah diperbudak?

Kontradiksi yang melekat ini nyata sekali, tetapi tidak terlalu nyata bagi mereka yang telah menjadi mangsa korban rekayasa-rekayasa Kristen. Afrika memang lugu, dan lebih lugu sekarang dibandingkan dua ratus tahun lalu. Masyarakat Afrika masih tidak menyadari perbuatan memperbudak mereka secara politik maupun ekonomi melalui sistim neo-kolonialisme yang tidak tampak dan dikendalikan jarak jauh. Mereka tetap tidak merasakan bahwa bagi mereka Kristen hanyalah suatu alat penjajahan.

Seperti opium yang telah membuat mereka terleria dalam tidur nyenyak tanpa sadar. Hal itu memberikan rasa keterikatan mereka yang keliru terhadap para penguasa mereka dalam menikmati bersama paling tidak sesuatu pada landasan yang setara dengan mereka Dalam makna keterikatan seperti itulah mereka telah digiring untuk meniru gaya hidup Barat yang sangat mahal. Pohon-pohon tetap tertanam dinegeri-negeri asing, tetapi hanya buah-buah saja yang diangkut kepada orang-orang yang telah ketagihan terhadap rasa buah tersebut. Inilah sebuah gambaran kecil bagaimana Kristen selamanya telah menjadi sangat dibutuhkkan bagi imperial Barat dan penjajahan ekonomi Dunia Ketiga.

Di Barat sendiri, terlepas dari apakah seorang awam memahami kepelikan dogma Kristen atau tidak, dia memandang Kristen sebagai suatu bagian yang menyatu dalam budaya dan peradabannya. Hendaknya diingat, kekuatan nyata nilainilai Kristen, di mana pun nilai-nilai itu bertahan, tidaklah terletak pada kepercayaan-kepercayaan Kristen yang berbau dongeng. Melainkan, terletak pada penekanan terhadap kebaikan, simpati, pengabdian demi penderitaan dari nilainilai lainnya yang telah identik dengan Kristen.

Walaupun nilai-nilai ini umum terdapat pada seluruh agama di dunia dan tampaknya merupakan tujuan yang telah ditetapkan oleh Tuhan untuk dicapai oleh seluruh umat manusia, tetapi propaganda gencar yang dilakukan oleh Kristen secara terusmenerus menekankan peran-peran tersebut dalam kaitan dengan Kristen saja, dan dengan demikian telah berhasil membuat orang-orang yakin dalam jumlah besar. Ajaran tentang simpati, baik budi, kebaikan dan perilaku lembut memainkan pengaruh magic pada telinga-telinga dengan musiknya yang memukau. Dunia romantis inilah yang secara umum telah menarik orang-orang ke dalam agama Kristen.

Demikianlah, secara beriringan, berbeda dari itu; Kristen menjalankan kenyataan-kenyataan keras, politik, ekonomi kehidupan Barat dan penjajahannya di seluruh dunia.
Tampaknya paradoks dogmatis yang harus dijalani oleh umat Kristen dalam hidup mereka, dalam kadar tertentu telah menjelma dalam perilaku keduniawian mereka. Kebaikan, kerendahan hati, toleransi, pengorbanan dan kata-kata mulia lainnya seperti itu tampil bergandengan dengan kekejaman, penindasan, ketidakadilan yang menyolok, dan penjajahan dalam skala besar di dunia terhadap orang-orang yang tidak mampu membela diri.

Ketentuan hukum, keadilan dan aturan main yang jujur tampaknya hanya merupakan mata uang yang berlaku di kalangan budaya-budaya Barat sendiri saja. Dalam hubungan-hubungan internasional, ternyata ketentuan-ketentuan itu diperlakukan sebagai istilah-istilah tolol dan kuno yang harus dilakukan secara sungguh-sungguh hanya oleh pihak-pihak yang lugu.

Politik-politik internasional, hubungan-hubungan diplomasi dan ekonomi tidak mengenal keadilan selain yang menguntungkan bagi kepentingan nasional. Nilai-nilai ajaran Kristen, betapa pun baiknya, tidak diizinkan untuk memasuki kawasan kekuasaan politik-politik dan ekonomi Barat. Ini merupakan kontradiksi yang paling tragis di zaman modern.
Ketika sampai kepada gambaran yang ditampilkannya, ajaran Kristen hanya ditampilkan dalam bentuk budaya dan peradaban Barat yang atraktif yang mengajak dunia Timur kepada suatu kehidupan yang nyaman, riang, serba memperbolehkan, dibandingkan dengan ketentuanketentuan yang umumnya kaku pada masyarakatmasyarakat agama mereka yang merosot. Ajaran emansipasi/kebebasan ini dalam skala besar keliru dipahami oleh masyarakat yang kurang terpelajar di Dunia Ketiga sebagai sesuatu yang sangat atraktif.

Ditambah lagi keuntungan psikologis tambahan berupa perolehan suatu rasa kepemilikan terhadap dunia maju melalui kesamaan agama, dan orang mulai mengenali peran hakiki Kristen dalam menarik sejumlah besar orang-orang yang terinjakinjak di bawah, dalam banyak kasus, orang-orang buangan dan orang-orang tertindas pada tingkatan terendah di masyarakat mereka sendiri yang terpecah-pecah dalam berbagai kelas. Adalah di luar jangkauan mereka untuk memahami dogma Kristen. Kristen hanya berfungsi untuk mengangkat status kemanusiaan mereka saja, tetapi secara palsu.

Dari hal di atas hendaknya menjadi jelas bahwa ajaran Kristen yang kita bicarakan ini sangat jauh dari ajaran Kristen Yesus Kristus. Menganggap budaya Barat sebagai ajaran Kristen adalah suatu kekeliruan nyata. Mengaitkan bentuk ajaran Kristen zaman sekarang dalam berbagai bidang kepada Kristus, adalah suatu penghinaan terhadap beliau. Memang terdapat pengecualian-pengecualian dalam setiap ketentuan. Tidak ada pernyataan yang berlaku secara menyeluruh terhadap suatu kelompok besar. Tidak diragukan, masih terdapat sejumlah kecil pulau-pulau harapan individu dan kehidupan di dunia Kristen di mana ketulusan, kecintaan dan pengorbanan menurut ajaran Kristen diterapkan secara murni. Ini adalah `pulau-pulau' harapan yang dikitari oleh samudera-samudera ganas ketidak-bermoralan yang secara perlahan dan bertahap mengikis dan akhirnya mencaplok batas-batas yang lebih banyak lagi dari pulau-pulau tersebut.

Jika dunia Kristen tidak disinari oleh tauladan-tauladan Kristen yang berkilauan seperti itu, yang dilakukan sesuai teladan Yesus Kristus, betapa pun jauh antara keduanya dan sedikit, maka suatu kegelapan menyeluruh akan menyelimuti cakrawala Barat. Tanpa Kristen, tidak ada cahaya dalam peradaban Barat, tetapi, sayangnya, cahaya itu pun cepat memudar.

Penting bagi dunia Kristen untuk kembali kepada realita Kristus dan mengobati diri mereka sendiri dari terpecahnya jatidiri mereka dan dari kemunafikan yang mendarah-daging. Terus-menerus hidup dalam suatu dunia mitos dan legendalegenda, sangat berpotensi mengalami resiko-resiko mematikan. Tujuan utama pengkajian ini adalah untuk menyadarkan dunia Kristen tentang bahaya-bahaya besar yang menanti di balik kontradiksi yang semakin lebar antara keimanan dan amal perbuatan mereka.

Mitos-mitos memang bagus, sepanjang tujuannya untuk menjajah jenjang-jenjang masyarakat terendah sebagai cara untuk mengendalikan mereka dan mengeksploitasi ketidaktahuan mereka dengan cara membuat mereka tetap terbius. Namun, apabila tiba saatnya keimanan-keimanan yang memainkan peran vital dalam menghidupkan suatu masyarakat yang telah mati dan merekonstruksi nilai-nilai moral mereka yang merosot dengan cepat, maka mitos-mitos seperti itu tidak ada gunanya. Mitos-mitos hanyalah khayalan-khayalan, dan khayalan-khayalan tidak pernah dapat memainkan suatu peran bermakna dalam urusan umat manusia. 


Wassalam,

"  EG  " 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oral Sex in Accordance with God's Will

Perpuluhan Adalah Ajaran Sesat Kristen

Yesus vs Paulus