" Firman Allah....? "
Pengarang Surat kepada Orang Ibrani menjelaskan mengenai firman Allah sebagai berikut.
Setelah sudah Allah berfirman pada zaman dahulu kala kepada segala nenek moyang kita dengan lidah nabi-nabi beberapa kali dan atas berbagai-bagai peri, maka berfirmanlah Ia pada akhirnya kepada kita di dalam Anaknya, yang ditetapkannya menjadi waris segala sesuatu. Olehnya juga dijadikannya sekalian alam. ( Ibrani 1: 1-2)
Mengapa harus demikian? Jawabnya ada dalam Surat kepada Orang Ibrani itu juga.
Karena jikalau sungguh perjanjian yang pertama itu tiada bercela, perjanjian dengan Bani Israel niscaya tiada akan dicari sebab yang kedua (Perjanjian Baru dengan Paulus). Karena ia menyalahkan mereka dengan firmanNya: Ingatlah, harinya akan datang kelak, firman Tuhan: Aku akan mengadakan Perjanjian Baru kepada segala isi rumah Israel dan segala isi rumah Yahuda, bukannya menurut seperti perjanjian yang sudah aku buat dengan segala nenek moyang mereka itu, pada hari tatkala Aku memegang tangannya memimpin mereka keluar dari negeri Mesir. Karena tiada mereka itu tetap kepada perjanjianku itu. Dan tiadalah Aku mengindahkan mereka itu firman Tuhan.
Karena inilah Perjanjian (Baru) yang hendak Ku-janjikan kepada segala isi rumah Israel kemudian daripada masa itu, Firman Tuhan: Maka aku akan memasukkan hukum-hukumku ke dalam ingatan mereka itu, dan di dalam hati mereka itu juga akan Ku-suratkan itu. Dan aku akan menjadi Tuhan mereka itu, dan mereka itu akan menjadi kaum kepadaKu. (lbrani 8: 7-10)
Perjanjian yang pertama bahwa Allah berfirman dengan lidah nabi-nabi (Yeremia 7:25, Ibrani 1:1). Dalam Perjanjian Baru, Allah berfirman "dalam anaknya" sebagai penjelmaan Kalam (logos) (Yahya 1:1-3,14) yang terakhir, yaitu Paulus. Allah berfirman dengan Rohnya, dalam "hati manusia".
Dalam surat kirimannya, Paulus memberikan keterangan sebagai berikut.
Kamulah surat kiriman kami, yang tertulis di dalam hati' kami. Dan yang dikenal dan dibaca oleh orang sekalian.
Maka nyatalah kamu menjadi surat Kristus yang ditulis oleh kami (Paulus), tertulis bukannya dengan dawat, melainkan dengan ROH ALLAH yang hidup, bukannya di atas loh batu, melainkan pada Loh yaitu hati manusia.
Maka pengharapan yang demikian itu kepada Allah, kami peroleh dengan berkat Kristus. Bukan pula kami ini sendiri pandai akan mengira barang sesuatu dengan kepandaian sendiri, melainkan kepandaian kami itu datang dari Allah. Ialah (Allah) juga menjadikan kami pandai menjadi pesuruh Perjanjian Baru, bukan pula menurut seperti huruf, melainkan menurut Roh karena huruf itu mematikan, tetapi Roh itu menghidupkan. (2 Korintus 3:2-6). Karena Allah telah memberkati Paulus dengan segala berkat rohani dari surga di dalam Kristus, sebelum dunia ini dijadikan, supaya Paulus suci dan tiada bercela di hadapan Tuhan. (Epesus 1:3-4). Maka Aku (=Paulus) sudah dijadikan pelayan sidang itu, karena kamu (Paulus) akan menyampaikan Firman Allah, yaitu rahasia yang sudah tersembunyi berzaman-zaman dan turun- temurun, tetapi sekarang sudah dinyatakan kepada orang sucinya. Maka kepada mereka itulah Allah dengan kehendaknya sudah menyatakan bagaimana kayanya kemuliaan rahasia itu kepada orang kafir, yaitu Kristus di dalam kamu (=Paulus) itulah pengharapan akan beroleh kemuliaan, yang kami ini (=Paulus) beritakan, sambil menasihatkan tiap-tiap orang dan mengajar tiap-tiap orang, dengan segala hikmat (Gnosis dan Stoa?) supaya dapat kami (=Paulus) mendirikan tiap-tiap orang menjadi sempurna di dalam Kristus, Maka itulah maksud aku (=Paulus) berlelah juga dan berusaha dengan sungguh sekadar kuasanya yang bekerja di dalam aku dengan kuat. ( Kolose 1: 25-29 )
Keterangan Paulus tersebut kiranya tidak terpisahkan dengan apa yang telah dijelaskan dalam Surat
Ibrani berikut ini.
Setelah sudah Allah berfirman pada zaman dahulu kala kepada . segala nenek moyang kita dengan lidah nabi-nabi beberapa kali dan atas berbagai-bagai peri, maka berfirmanlah ia pula pada akhirnya kepada kita di dalam Anaknya, yang ditetapkannya menjadi waris segala sesuatu, Olehnya juga dijadikannya sekalian alam. (Ibrani 1:1-2)
Jadi, menurut Injil Perjanjian Baru atau Paulusisme, firman Tuhan itu ada beberapa model. Pertama, dengan lidah nabi-nabi. Kedua, dalam hati manusia. Ketiga, tertulis dalam hati Paulus, ditulis bukan dengan dawat/tinta, melainkan dengan Roh Allah. Keempat, menjelma (inkarnasi) dalam daging, yaitu Yesus Kristus yang mendatangkan kebenaran dan anugerah (Yahya 1:14 17).
Oleh karena itu, di dalam Injil Perjanjian Baru, banyak kita jumpai kata atau ungkapan: "Kristus di dalam aku", "aku di dalam Kristus", atau "kamu di dalam Kristus". Kata atau ungkapan tersebut digunakan
dalam Injil Perjanjian Baru sebanyak 164 kali (Adolf Deissmann). Dan, jangan lupa bahwa Allah telah memilih dan memberkati Paulus di dalam Kristus dengan segala berkat rohani dari surga, sebelum dunia ini dijadikan (Epesus 1:3-4). Oleh karena itu, dalam suratnya kepada orang Galatia, Paulus menerangkan sebagai berikut.
Adapun hidupku ini bukannya aku lagi, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku, tetapi hidup yang sekarang aku hidup di dalam tubuh ini, aku hidup di dalam iman kepada anak Allah, yang mengasihi aku dan yang menyerahkan Dirinya karena aku. (Galatia 2:20)
Jadi, dalam pengertian Injil Perjanjian Baru, yang dimaksud "wahyu Allah" ialah "Yesus itu sendiri", sebagaimana dijelaskan dalam Injil karangan Yahya berikut ini.
Maka pada awal pertama adalah Kalam (Logos), dan· Kalam (Logos) itu bersama-sama dengan Allah, dan Kalam (Logos) itu juga Allah. Adalah Ia pada mulanya beserta dengan Allah. Segala sesuatu dljadikan olehnya, maka jikalau tidak ada Ia, tiadalah juga barang sesuatu yang sudah terjadi. (Yahya 1:14)
Maka kalam (Logos) itu telah menjadi manusia serta tinggal di antara kita, penuh dengan kebenaran dan anugerah. (Yahya
1:14)
Prof. Dr. Jan Romein mengatakan bahwa Injil Perjanjian Baru awal, yang ditulis dalam bahasa Yunani, sangat dipengaruhi paham mistik (kebatinan) Stoa dan filsafat Neo-Platonisme (Aera Eropa). Dalam filsafat Neo-Platonisme, diungkapkan bahwa Logos awal sangat sempurna. Dia merenungkan Dirinya, maka terjadilah "Emanasi", yaitu melimpah (dalam bahasa Jawa meleleh), melahirkan adanya Logos kedua. Ini pun masih sempurna. Dialah yang disebut sebagai jiwa alam, yang menjadikan adanya alam raya ini. Dalam Sejarah Konsili, disebutkan bahwa pada akhir abad kedua, segala ketajaman pemikiran teologis diarahkan pada misteri tentang "Anak Allah". Alam pikiran Yunani dengan pengertiannya akan seorang Logos sebagai "pencipta dunia" (Demiurgos), yaitu makhluk utama yang paling tinggi pada tangga makhluk-makhluk penghubung antara Tuhan dan manusia, rupanya menunjukkan jalan yang dapat membebaskan pikiran para tokoh awal Gereja dari dilema yang tak teruraikan itu (Sejarah Konsili). Oleh karena itu, dalam Injil Perjanjian Baru, Paulus mengajarkan .sebagai berikut.
Karena Allah itu hanya satu, dan pengantara pun satu di antara Allah dengan manusia, maka ia pun manusia juga, yaitu
Kristus. (1 Timotius 2:5)
Dalam surat-surat karangan Paulus, banyak pendapatnya yang sangat dipengaruhi filsafat antik. Dalam khotbahnya yang termasyhur di Aeropagos, Athena, Paulus mengutip kata demi kata dari penyair Stoa, "Aratos": Karena kita dalam Tuhan, gerakan-gerakan kita terjadi dalam Tuhan serta seluruh eksistensi kita.
Karena dasar Stoa itulah, Paulus mengembangkan ajaran "hukum kesusilaan alam dan terjadinya hukum itu di dalam hati kecil manusia". Isi hati kecil itu tidak bergantung pada wahyu. Sebelum wahyu itu diturunkan, "hukum hati kecil" sudah memengaruhi kerohanian orang dalam dunia kafir (Hasbullah Bakrie).
Paulus menyebutkan: Dan ialah, yang terlebih dahulu daripada sekaliannya, dan segala sesuatu wujudnya ada di dalam Dia (Kolose 1:17). Di dalam Kristus terhimpun segala kelimpahan wujud Tuhan berlembaga (Kolose 2:9). Rahasia Allah yaitu Kristus (Kolose 2:2). Kristus itulah semua dan di dalam semuanya (Kolose 3:11). Allah itu hanya satu dan pengantara pun satu di antara Tuhan dan manusia, maka Ia pun manusia juga, yaitu Kristus Yesus (1 Timotius 2:5).
Dalam The Holy Bible (King James Version) berkaitan dengan Injil Yahya 1:1-3, dijelaskan demikian, Logos (Greek for Word) Joh 1:1, Roma 19:13. Dalam The Pocket Oxford Dictionary, dijelaskan: Logos-noun. The Word or Second Person of the Trinity (Greek, reason).
Henney Sumali menjelaskan bahwa Logos merupakan "emanasi" dari Allah. Dalam filsafat Neo-Platonisme diungkapkan bahwa "emanasi" atau pelimpahan dari Allah itu melahirkan "Logos pertama" yang menjadikan alam semesta ini (Dr. D.C. Mulder).
Dalam surat Paulus kepada orang Kolose disebutkan: Karena di dalam Dialah terhimpun segala kelimpahan wujud Allah berlembaga (Kolose 2:9). Ialah yang menjadi "kepala tubuh" yaitu sidang Jum 'at. Ialah yang meniadi awal dan menjadi sulung. dari antara orang mati, suoaya di dalam sesuatu Ialah yang terutama karena adalah kegemaran Allah, bahwa segala kesemournaan itu terhimpun di dalam Dia. (Kolose 1:18-19)
Pengertian "emanasi" dalam filsafat Yunani Neo-Platonisme, oleh pengarang Injil Perjanjian Baru dan tokoh Kristen awal diganti menjadi "inkarnasi" atau "penjelmaan". Hal ini bisa dilihat di dalam Injil karangan Yahya berikut ini.
Maka Kalam (=logos) itu telah menjadi manusia (logos awal atau anak Sulung Allah) serta tinggal di antara kita (dan kami sudah memandang kemuliaannya, seperti kemuliaan anak yang tunggal yang daripada bapa) penuh dengan anugerah dan kebenaran. (Yahya, 1:14). Sebab daripada kelimpahannya kita sekalian sudah menerima anugerah dan karunia. Karena Taurat sudah diberi oleh Musa, tetapi anugerah dan kebenaran sudah didatangkan oleh Yesus Kristus. Maka Allah belum pernah dilihat oleh seorang jua pun, tetapi Anak yang tunggal, yang di atas pangkuan Bapa, Ialah yang sudah menyatakan Dia (bisa dilihat dan dipegang). (Yahya 1:16-18) (Keilahian dan Ketuhanan Isa Almasih dalam Tradisi Yahudi dan Kristen).
Dalam Dei Verbum-Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi-Dr. T. Jacobs SJ menjelaskan bahwa kitab suci sebenarnya tidak (langsung) menerangkan Sabda Allah, tetapi (pertama-tama) kata-kata manusia. Wahyu Tuhan tidak berupa "dikte", di mana Tuhan menyebut satu per satu segala kata yang harus ditulis oleh pengarang suci. Tuhan menyatakan Diri secara hidup kepada seorang manusia. Dan, tanggapan manusia itu yang kebanyakan kalinya berupa refleksi atas kejadian sejarah, ditulis dan menjadi Kitab Suci (Penerbitan Yayasan Kanisius 1969).
Yang dimaksud dengan "refleksi atas kejadian sejarah" dijelaskan sebagai berikut. Pada suatu saat, Yahya melihat ada seekor burung merpati terbang. Kemudian, turun dan hinggap di atas Yesus. Keadaan semacam itu direfleksikan oleh pengarang Injil Yahya, diartikan bahwa "turunlah malaikat Tuhan dari langit," seperti seekor burung merpati, dan hinggap di atasnya (Yesus), maka Dialah Anak Allah. Dalam Injil Yahya secara lengkap ditulis: Maka Yahya pun menyaksikan serta berkata: Aku sudah nampak Roh Allah turun dari langit, seperti seekor burung merpati lalu hinggap di atasnya.
Maka aku pun belum kenal Dia, tetapi yang menyuruhkan aku membaptiskan (Dia) dengan air itu, sudah mengatakan kepadaku; Ke atas siapa kelak engkau nampak Roh itu turun dan tinggal di atasnya,
Itulah Dia yang membaptiskan dengan Rohul Kudus. Sesungguhya aku sudah nampak, lalu menyaksikan bahwa Ia inilah Anak Allah. (Yahya 1:32-34)
Jadi, pengertian firman Allah atau wahyu Tuhan dalam pandangan pengarang Injil dan Gereja sangat jauh berbeda dengan pengertian yang ada di kalangan muslim. Inilah yang perlu disadari oleh semua pihak ketika berbicara mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sikap dan pola pandang kaum Nasrani serta sikap dan pola pandang kaum muslim in. Sebagai gambaran yang jelas, perhatikan keterangan Dr. C. Groenen OFM berikut ini.
Menurut keyakinan Kristen, Alkitab -- baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru -- boleh dan harus dikatakan sebuah kitab IIahi. Namun, bukan karena diturunkan dari surga atau didiktekan oleh Allah serta direkam manusia. Alkitab diciptakan oleh umat Allah (Gereja), tetapi dalam hal ini umat dipimpin dan didorong oleh Allah, oleh Roh Kudusnya. Begitulah, Alkitab serentak suatu kitab karangan manusia dan kitab Allah. Melalui pikiran, perasaan, dan perkataan manusia, Allah menyatakan rencana, karya, dan kehendak-Nya kepada kita, kepada umat pilihan-Nya (Pengantar ke dalam Perjanjian Lama).
Di samping itu, Bart D. Ehrman mengingatkan mengenai "penulisan kitab suci" yang perlu mendapat perhatian, sebagai berikut. Salah satu masalah yang ditimbulkan oleh naskah-naskah bahasa Yunani Kuno (yang mencakup semua tulisan Kristen masa awal, termasuk buku-buku Perjanjian Baru) adalah sewaktu naskah-naskah itu disalin, tidak ada tanda baca yang digunakan. tidak ada perbedaan antara huruf besar dan huruf kecil, dan yang lebih aneh lagi bagi pembaca zaman sekarang. tidak ada spasi yang digunakan untuk memisahkan kata. Tulisan jenis bersambung ini disebut seriptuo continuo. Hal itu menyebabkan naskah sulit dibaca, apalagi dipahami. Kalimat Godisnowhere bisa berarti hal yang sangat berbeda. Bagi orang yang percaya dengan adanya Tuhan, akan membaca dan mengartikan God is now here sebagai "Tuhan sekarang ada di sini", dan bagi orang yang tidak percaya adanya Tuhan, God is nowhere berarti "Tuhan 1idak ada di mana pun" (Kesalahan Penyalinan dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, 2006).
Menurut Dr. D.C. Mulder, naskah-naskah asli dari kitab suci itu sudah tidak ada lagi. Yang ada pada kita hanya turunan atau salinan, dan salinan itu pun bukannya salinan langsung dari naskah asli, dalam arti yang ditulis oleh pengarang, melainkan dari salinan - dari salinan dari salinan dan seterusnya. Sering di dalam menyalin kitab suci, terseliplah salah salin (Pembimbing ke dalam Perjanjian Lama).
Wassalam,
" EG "
Komentar
Posting Komentar