" Yang dimaksud Ilham di Alkitab/Bibel "
Mungkin istilah yang paling lazim dikenakan pada Alkitab oleh kaum awam ialah bahwa Alkitab "diilhamkan" atau "diwahyukan." Itu berarti bahwa Alkitab "berasal dari Allah," sehingga isinya benar dan tidak mengandung unsur ketidak-benaran. Tetapi antara para teolog, istilah "pengilhaman" atau "keilhaman" tidak begitu lazim dipakai pada jaman modern ini. Kalangan-kalangan yang masih menggunakan istilah itu ialah teolog Katholik di satu pihak dan kaum fundamentalis Protestan di lain pihak. Justru oleh karena kata "keilhaman" itu dikaitkan dengan fundamentalisme, maka aliran-aliran teologia yang non-fundamentalis segan menggunakannya, sehingga jarang kita ketemu dengan istilah itu pada masa kini.
Ditekankannya asal-mula Alkitab
Jikalau kita menggunakan istilah keilhaman, maka kita cenderung untuk menekankan soal asal-mula Alkitab. Alkitab berasal dari Allah, maka itulah yang membedakannya dari karangan-karangan atau tulisan-tulisan lain yang semuanya merupakan karya manusia. Tetapi timbul pertanyaan: "Dalam arti bagaimanakah Alkitab itu dapat dikatakan berasal dari Allah? Apa yang kita maksudkan kalau kita katakan bahwa Allah mengilhamkan Alkitab?" Pertanyaan ini menunjukkan persoalan yang termasuk paling kusut di antara konsep-konsep yang berkenaan dengan penginspirasian Alkitab.
Usaha untuk menggariskan akar-akar dan perkembangan konsep keilhaman itu adalah tidak sulit.
Dapat dikatakan bahwa konsep itu berasal dari kebiasaan Perjanjian Lama untuk menggambarkan Allah sebagai "Allah yang berfirman." Allah digambarkan memanfaatkan bahasa yang bermakna jelas dan yang mempunyai kerangkaian (struktur) tata-bahasa, sama seperti bahasa manusia. Tambahan pula, Perjanjian Lama menegaskan bahwa bukan hanya Allah sendiri yang berbicara dengan bahasa jelas; Dia juga memilih agen-agen (perantara-perantara) yang berbicara atas NamaNya sedemikian rupa, hingga menurut kepercayaan Israel, kata-kata yang mereka ucapkan sungguh-sungguh menjadi kata-kata yang diberikan Allah kepada mereka. Kelompok yang terpenting di antara agen-agen Tuhan itu ialah para nabi. Dalam beberapa tradisi ditekankan bahwa para nabi itu menerima Roh Allah, maka oleh karena dipenuhinya dengan Roh itulah agen-agen manusiawi ini mengutarakan ide-ide yang tidak berasal dari mereka sendiri, melainkan mengungkapkan apa yang hendak diutarakan Allah. Konsep-konsep semacam ini, yang memang merupakan unsur penting dalam Alkitab, mungkin diperluas dalam proses perkembangan pemikiran, sehingga dikenakan kepada seluruh isi Alkitab.
Namun istilah "diilhamkan", walaupun memang terdapat dalam Alkitab sendiri, barulah nampak sebenarnya dalam suatu bagian Alkitab yang termasuk paling muda (II Timotius 3:16). Bahkan di situpun konteks dan tata-kalimat memungkinkan berbagai interpretasi. Misalnya ada yang menterjemahkan, begini: "segala skriptura diberi dengan pengilhaman dari Allah, sehingga berfaedah sebagai pelajaran"; sedangkan versi lain menterjemahkannya, begini: "Tiap-tiap karangan skriptura yang diilhamkan oleh Allah memanglah berguna sebagai sumber pelajaran." Adalah masih merupakan persoalan terbuka, kitab-kitab atau dokumen-dokumen manakah yang termasuk skriptura, menurut pengertian pengarang II Timotius itu; pun adalah merupakan pertanyaan terbuka, apakah yang dimaksudkan pengarang itu dengan istilah "diilhamkan." Apa yang implisit (termasuk) dalam konsep pengilhaman itu dan apa yang tidak termasuk?
b. Ketak-mungkinan-salah Alkitab
Sebagaimana telah saya katakan di atas, istilah "keilhaman" telah menjadi suatu istilah-pokok di kalangan fundamentalisme Protestan. Di kalangan tersebut yang ditekankan adalah asal-mulanya skriptura. Meskipun demikian, patut diragukan apakah kaum fundamentalis mempunyai gambaran yang lebih jelas, dibandingkan dengan golongan-golongan lain, tentang cara pengilhaman itu terjadi. Menurut pola pemikiran fundamentalis, konsep keilhaman itu dikaitkan secara erat dengan konsep "ketak-mungkinan-salah." Ringkasnya, karena Alkitab berasal dari Allah, maka itu berarti bahwa ia tak mungkin mengandung kesalahan, dan tak mungkin mengantar pembaca ke dalam pendapat yang salah.
-- "bebas dari kesalahan historis" dan "bebas dari kesalahan teologis."
"Kesalahan" dalam konsep demikian mempunyai dua arti, yaitu: kesalahan historis, dan kesalahan teologis. Berarti bahwa kalau Alkitab melaporkan sesuatu sebagai fakta historis, maka pastilah peristiwa yang diceriterakan itu sungguh-sungguh historis. Misalnya, kalau Alkitab menguraikan tentang seorang yang bernama Daniel yang hidup pada jaman Nebukadnesar dan pada jaman Darius, maka pastilah ada oknum Daniel yang memang hidup pada periode itu, dan yang langsung melakukan hal-hal yang termuat dalam riwayatnya itu.
Pandangan kritik-historis, yang menjelaskan bahwa kitab Daniel dikarang jauh kemudian dari pada periode raja Nebukadnesar dan raja Darius, patutlah ditolak; karena konsekwensi dari pendapat itu ialah bahwa cerita-cerita tentang Daniel adalah sebagian besar merupakan legenda.
Arti kedua dari "kesalahan" itu ialah bahwa tidak ada kesalahan teologis dalam Alkitab. Apa yang diajarkan Alkitab tentang keimanan dan moral adalah mutlak benar dan wajib diterima. Ya, tentunya ada perbedaan nilai antara unsur dengan unsur di dalam Alkitab; karena ternyata bahwa kaum Kristen fundamentalis pun tidak menganggap tiap-tiap unsur dalam Alkitab itu sebagai bahan yang sama-sama mengikat. Kaum fundamentalis menghadapi persoalan-persoalan tafsir, sama seperti orang-orang Kristen yang lain-lain.
Akan tetapi setelah mencatat ketidak-seimbangan yang terdapat antara bagian dengan bagian dalam Alkitab, maka kaum fundamentalis berprinsip bahwa Alkitab secara keseluruhan mengandung ketak-mungkinan-salah secara teologis. Mungkin kita belum sanggup memastikan tafsiran yang tepat untuk bagian tertentu, tetapi pada prinsipnya kita tahu bahwa kalau nanti tafsiran yang tepat itu sudah ditemukan, maka nats tersebut dengan tafsirannya yang tepat itu adalah mutlak benar. Adalah termasuk ciri-khas fundamentalisme bahwa kedua unsur itu, yaitu unsur historis dan unsur teologis dianggap saling bergantung. Orang fundamentalis menyangkal bahwa ada kesalahan historis dalam Alkitab. Hal itu dia tekankan karena dia merasa bahwa kalau diakui adanya kesalahan historis dalam Alkitab, maka pengakuan itu akan membuka jalan kepada pengakuan adanya kesalahan teologis juga. Argumentasi yang sering dia pakai ialah begini: "Di mana proses (mencari kesalahan itu) berhenti ?
" Kalau Alkitab dinyatakan salah tentang umur Ismail, waktu dia beserta ibunya diusir dari perkemahan Abraham, atau tentang eksistensi-historis oknum Daniel, maka mungkin Alkitab dapat dibuktikan "salah" juga tentang kasih Allah atau tentang prinsip pembenaran oleh karena "iman." Kita tidak akan mengejar argumentasi itu di sini. Maksud saya hanyalah untuk menunjukkan bahwa pemakaian kata "keilhaman" itu secara fundamentalis sudah begitu tersebar-luas, sehingga orang yang mendengar kata keilhaman, langsung menafsirkannya dalam arti "ketak-mungkinan-salah," atau "seratus persen bebas dari salah."
Wassalam,
" EG "
Komentar
Posting Komentar