" Kisah Pendeta Mualaf: Kesaksian Yousef Easts "


Awal Perkenalanku Dengan Islam

Namaku Yousef Easts setelah memeluk agama Islam. Sebelumnya, saya bernama Joseph Edward Easts. Saya dilahirkan dalam keluarga Nasrani yang sangat fanatik, dan hidup di bagian Barat Tengah Amerika.
Orangtua dan nenek moyangku tidak hanya membangun gereja, bahkan mereka mengabdikan diri mereka untuk agama Kristen.
 
Saya mulai menempuh sekolah teologi ketika saya menyadari bahwa saya tidak banyak mengetahui tentang agama Kristen yang saya anut, dan saya mulai mengajukan beberapa pertanyaan yang tidak saya temukan jawaban yang sesuai tentangnya, kemudian saya mempelajari agama Kristen hingga saya menjadi pendeta dan salah satu juru dakwah Nasrani, demikian pula dengan ayahku.
Selain itu, kami juga bekerja dalam bidang perniagaan dengan membuat beberapa rekaman musik rohani dan menjualnya ke gereja-gereja. Sebelumnya, saya sangat membenci Islam dan umat Islam dikarenakan gambaran terdistorsi (terkotori) yang sampai kepadaku dan tertanam dalam otakku mengenai umat Islam bahwasanya mereka adalah kaum pagan yang tidak beriman kepada Allah dan menyembah kotak hitam di padang sahara. Mereka pula kaum penyerang dan teroris yang suka membunuh orang-orang yang berbeda keyakinan dengan mereka.
Penelitianku tidak hanya terbatas pada agama Kristen saja, tetapi saya juga mempelajari agama Hindu, Yahudi, dan Budha, selama 30 tahun. Bersama ayah, saya juga mengerjakan banyak proyek perniagaan, dan kami memiliki banyak program dan tawaran menarik. Kami pernah menyelenggarakan konser piano dan organ di Texas, Oklahoma, dan Florida, dan kami berhasil mengumpulkan keuntungan jutaan dolar pada tahun-tahun itu. Akan tetapi, saya tidak menemukan ketenangan pikiran yang tidak mungkin terwujud kecuali dengan mengetahui hakekat dan mendapatkan jalan yang benar untuk membebaskan diri.

Saya Ingin Mengkristenkannya

Kisahku bersama Islam bukan merupakan kisah yang terkait dengan seseorang yang menghadiahkan kepadaku Mushaf Al-Qur'an atau buku-buku Islam, lalu saya membacanya, dan kemudian masuk Islam. Bahkan, dahulu saya merupakan musuh Islam, dan saya tidak pernah berhenti untuk menyebarkan agama Kristen, dan ketika saya bertemu dengan orang yang mengajakku masuk Islam, justru saya ingin mengkristenkannya.
Peristiwa itu terjadi pada tahun 1991, tatkala ayahku mulai membuka perusahaan bersama seorang lelaki Mesir dan ia memintaku untuk menemuinya. Terlintas dalam pikiranku dan terbayang dalam benakku tentang piramid, sphinx, sungai Nil dan sebagainya. Saya pun merasa sangat bahagia, dan berkata, "Kita akan memperluas jaringan perusahaan kita sehingga menjadi perusahaan berskala internasional yang mencapai negeri sphinx (Mesir)!"
Ayahku berkata, "Tetapi saya ingin memberitahukan kepadamu bahwa lelaki yang bekerja sama dengan kita adalah seorang pengusaha muslim."
Saya merasa kaget dan berkata, "Muslim? Tidak, saya tidak ingin bertemu dengannya."
Ayahku berkata, "Engkau harus menemuinya."
Saya menjawab, "Tidak...Saya tidak akan menemuinya selamanya."
"Saya tidak mungkin percaya kepada seorang muslim!"
Saya mengingatkan kepada ayahku berita-berita yang selama ini kami dengar tentang umat Islam, dan mereka menyembah 'kotak hitam' di padang sahara Makkah, yakni Ka'bah. Saya tidak ingin menemui lelaki muslim ini, tetapi ayahku bersikeras menyuruhku untuk menemuinya, dan menenangkanku bahwa lelaki itu seorang yang sangat lembut. Karena itu, saya bisa menerimanya dan akhirnya setuju untuk menemuinya.

Meski demikian, ketika tiba waktu untuk bertemu, saya memakai topi yang bergambar salib, kalung salib, dan saya menggantungkan salib besar pada ikat pinggangku. Tidak itu saja, saya memegang kitab Injil di tanganku dan mendatangi meja pertemuan dengan penampilan seperti ini. Akan tetapi, ketika saya melihat lelaki itu saya sungguh terpana, "Tidak mungkin ia adalah lelaki muslim yang dimaksud dan yang saya ingin temui." Ia seorang lelaki dewasa yang mengenakan gamis dan ikat kepala (serban) di kepalanya, serta tidak botak kepalanya seperti yang selama ini tergambar dalam pikiranku. Ia mulai menyambut kami dan berjabat tangan dengan kami. Meski demikian, semua itu tidak mengubah gambaranku tentang muslim bahwasanya mereka adalah kaum teroris.
Di sela-sela perbincangan itu, kami juga membicarakan tentang agama yang ia anut. Saya pun menyerang Islam dan umat Islam menurut gambaran terkotori yang kumiliki, namun ia sangat tenang, dan meredakan semangatku dengan sikapnya yang dingin.
Lalu, dengan cepat saya bertanya, "Apakah Anda mempercayai Allah?"
Ia menjawab, "Ya."
Saya kembali bertanya, "Lalu, bagaimana dengan Ibrahim, apakah engkau mengimaninya? Dan bagaimana ia berusaha mengkurbankan anaknya untuk Allah?"
Ia menjawab, "Ya."
Saya berbisik dalam hati, "Ini hal yang baik, dan perkaranya akan lebih mudah daripada apa yang saya yakini."
Kemudian, kami pergi untuk minum teh di dalam suatu ruangan kecil, dan memperbincangkan topik yang paling saya sukai; Keyakinan.
Tatkala kami duduk di sebuah kafe kecil selama berjam-jam, saya yang lebih banyak berbicara, dan saya mendapatinya sebagai seorang lelaki yang sangat lembut, tenang, dan pemalu. Ia mendengarkan dengan seksama setiap kata yang saya ucapkan dan tidak pernah memotong pembicaraanku selamanya.
Suatu hari, Muhammad Abdurrahman, teman kami ini, ingin meninggalkan rumah yang ia bagi bersama temannya, dan ia ingin hidup di masjid untuk sementara waktu. Saya pun berbincang dengan ayahku jika memungkinkan untuk mengundang Muhammad supaya pergi ke rumah kami yang besar di suatu wilayah di Amerika, dan tinggal di sana bersama kami. Kemudian, ayahku mengundangnya untuk tinggal bersama di rumah kami, dan rumah itu dihuni olehku, istri, dan ayahku.

Datanglah orang Mesir ini, dan kami juga memiliki seorang tamu lainnya, yaitu seorang pendeta Katolik, sehingga jumlah penghuni rumah itu lima orang; Empat orang pakar dan juru dakwah Nasrani dan satu orang muslim Mesir.
Saya dan ayahku penganut aliran Protestan, sedangkan tamu pendeta itu beraliran Katolik, dan istriku penganut aliran fanatik zionis. Untuk diketahui, ayahku telah membaca Injil sejak kecil dan menjadi juru dakwah dan pendeta yang diakui di gereja, sedangkan pendeta Katolik itu juga telah berpengalaman 12 tahun dalam dakwahnya di dua benua Amerika. Adapun istriku mengikuti aliran Bornigin yang memiliki kecenderungan kepada zionisme, dan saya sendiri telah mempelajari Injil dan beberapa aliran dalam Kristen dan memilih sebagian aliran itu di tengah-tengah kehidupanku, serta berhasil memperoleh gelar Doktor dalam ilmu Teologi Kristen. Dengan demikian, Muhammad berpindah hidup bersama kami.

Saya memiliki banyak teman-teman misionaris di wilayah Texas, dan salah seorang dari mereka sedang sakit dan diopname di Rumah Sakit. Setelah sembuh, saya mengundangnya untuk tinggal bersama kami juga. Di tengah perjalanan menuju rumah kami, saya berbicara dengan pendeta ini tentang sebagian pemahaman dan keyakinan dalam Islam, dan sungguh mengherankanku ketika dia memberitahuku bahwa banyak pendeta Katolik yang mempelajari Islam, dan terkadang memperoleh gelar Doktor dalam topik ini.
Sesamai di rumah, kami semua berkumpul di meja makan setelah Isya dan ini kami lakukan setiap malam untuk berdiskusi agama. Di tangan masing-masing dari kami terdapat naskah Injil yang berbeda satu dengan lainnya. Istriku memegang Injil "Naskah Jimmy Soigart, seorang pakar agama pada masa modern", dan lucunya, Jimmy Soigart ketika didebat oleh Syaikh Muslim, Ahmad Deedat di hadapan umum, ia berkata, "Saya bukanlah seorang yang pandai membaca Injil!" Lalu, bagaimana lelaki ini dapat menulis Injil secara lengkap sedangkan ia sendiri tidak menguasai Injil dan mengaku bahwa Injil itu dari sisi Allah!

Sudah tentu, pendeta Katolik yang menjadi tamuku memegang kitab suci Katolik dan ia juga membawa 7 kitab Injil Protestan lainnya. Adapun ayahku pada saat itu memegang Injil Naskah King James, dan saya membawa Injil Naskah Reifazd Edison yang telah direvisi dalam edisi barunya, dan berkata, "Sesungguhnya Injil Naskah King James banyak ditemukan kesalahan dan kekurangan yang besar! Yang mana jika kaum Nasrani melihat banyak kesalahan yang terdapat dalam naskah King James itu, maka ia akan terdesak untuk menulisnya kembali dan memperbaiki kesalahan-kesalahan besar yang dilihatnya.
Karena itu, kami menghabiskan sebagian besar waktu kami untuk menentukan Injil yang lebih dekat pada kebenaran, dan kami memfokuskan usaha-usaha kami untuk 'memuaskan' Muhammad Abdurrahman agar ia menjadi seorang Nasrani."
Di rumah, masing-masing dari kami membawa Injil dengan versi yang berbeda-beda, dan mendiskusikan perbedaan-perbedaan yang ada dalam keyakinan Nasrani dan dalam Injil yang berbeda-beda di meja makan bundar kami. Adapun orang muslim itu juga ikut duduk bersama kami dan ia merasa heran dengan kitab Injil kami yang berbeda-beda.
Di sisi lain, pendeta Katolik mengaku penolakannya terhadap gereja yang diikutinya dan pertentangan-pertentangan dalam akidah dan aliran Katoliknya, meski dirinya telah menyeru kepada agama dan aliran ini selama 12 tahun. Akan tetapi, ia sendiri tidak berkeyakinan kuat bahwa kepercayaan yang dianutnya itu benar dan berbeda pendapat dalam hal-hal kepercayaan penting lainnya.
Ayahku meyakini bahwa Injil ini ditulis oleh manusia dan bukan merupakan wahyu dari sisi Allah, namun mereka --- manusia --- menulisnya dan berasumsi bahwa itu adalah wahyu.
Sedangkan istriku berkeyakinan bahwa Injilnya memuat banyak kesalahan, tetapi ia berpandangan bahwa Injil yang asli berasal dari sisi Tuhan!
Adapun saya tidak mempercayai banyak hal dalam Injil yang saya lihat banyak ditemukan pertentangan di dalamnya. Dari hal-hal itulah, saya bertanya kepada diri saya sendiri dan orang lain, "Bagaimana bisa Tuhan itu satu, dan tiga dalam satu waktu!"
Saya juga pernah bertanya kepada para pendeta yang terkenal dalam skala internasional tentang hal itu, dan mereka memberikan jawaban yang sangat bodoh dan tidak mungkin dapat diterima akal, dan saya berkata kepada mereka, "Bagaimana mungkin saya menjadi juru dakwah Nasrani dan mengajarkan manusia bahwa Tuhan itu pribadi yang satu, dan tiga pribadi sekaligus, sedangkan saya sendiri tidak puas dengan hal itu, lalu bagaimana saya dapat memberikan kepuasan kepada orang lain mengenai hal itu?
Sebagian mereka berkata kepadaku, "Jangan engkau menjelaskan tentang hal ini dan jangan engkau menerangkannya, tetapi katakan kepada jemaat, "Ini hal yang rumit dan kita harus mengimaninya."

Sebagian lainnya berkata, "Engkau dapat menjelaskannya dengan mengambil perumpamaan apel yang mengandung kulit di bagian luarnya,dan isi (daging buah) serta biji di bagian dalamnya." Saya menjawab, "Tidak mungkin memberikan perumpamaan seperti ini bagi Tuhan. Di dalam Apel terdapat banyak biji, maka apakah ini berarti bahwa Tuhan juga berjumlah banyak? Selain itu, kemungkinan pula di dalamnya terdapat ulat, apakah ini juga berarti bahwa Tuhan itu berbilang jumlahnya? Terkadang Apel juga ada yang busuk, padahal saya tidak ingin tuhan tergambar dalam image yang buruk.

Ada juga yang berkata kepadaku, "Perumpamaan hal itu bagaikan telur, yang memiliki kulit, kuning telur dan putih telur." Saya berkata, "Tidak tepat menyerupakan Tuhan dengan telur ini, karena terkadang telur memiliki banyak kuning telurnya, apakah ini berarti bahwa Tuhan itu banyak? Selain itu, terkadang ditemukan telur yang busuk, dan saya tidak ingin menyembah Tuhan yang busuk."
Sebagian lagi berkata, "Perumpamaan hal itu seperti seorang lelaki dan perempuan, serta seorang anak mereka." Saya berkata kepadanya, "Terkadang wanita itu hamil lagi, dan apakah ini berarti bahwa Tuhan juga berbilang jumlahnya? Terkadang pula terjadi perceraian, apakah ini berarti bahwa Tuhan terpisah-pisah? Bisa jadi salah seorang mereka meninggal dunia, dan saya tidak ingin Tuhan demikian ini."
Dan, saya --- sejak menjadi orang Kristen, pendeta, dan juru dakwah Nasrani --- tidak dapat merasa puas dengan permasalahan trinitas dan saya tidak mendapati seorang pun yang dapat memberikan kepuasan kepada setiap orang yang berakal mengenai hal itu.

Satu Al-Qur'an dan Beberapa Injil

Apakah Anda masih ingat, saya pernah bertanya kepada Muhammad Abdurrahman, "Berapa jumlah naskah Al-Qur'an yang ada selama 1400 tahun?"
Ia memberitahukanku bahwa hanya terdapat satu mushaf Al-Qur'an saja, dan mushaf itu tidak akan berubah selamanya. Ia berusaha meyakinkanku bahwa Al-Qur'an telah dihafal dalam dada ratusan ribu manusia, dan berkata, "Seandainya Anda meneliti sejarah yang berabad-abad lamanya, niscaya Anda akan mendapati jutaan orang telah menghafal Al-Qur'an secara sempurna dan mengajarkannya kepada generasi sesudahnya."
Menurutku, hal ini sungguh tidak mungkin. Bagaimana mungkin kitab suci ini dapat dihafal dan terasa mudah bagi semua orang dalam membacanya dan mengetahui makna-maknanya?
Terjadilah dialog antara kami, dan kami bersepakat bahwa agama yang dinilai dapat memuaskan kami, maka akan kami anut.

Saya mulai berdialog dengannya, dan bisa jadi yang paling mengagumkanku bahwa selama melakukan dialog yaitu Muhammad tidak pernah mencaci atau menyerang keyakinan kami, atau menyerang Injil dan masing-masing pribadi dari kami, dan semua orang merasa nyaman dengan pembicaraan-nya. Padahal, tatkala kami duduk di rumah di antara kami berempat kaum Nasrani yang taat dan seorang muslim Mesir (Muhammad) dan mendiskusikan permasalahan-permasalahan keyakinan, kami sangat ingin mengajak Muhammad ini untuk memeluk agama Nasrani dengan beragam cara. Namun, jawabannya terbatas dengan ucapannya, "Saya siap mengikuti agam kalian jika dalam agama kalian memiliki sesuatu yang lebih baik daripada yang dimiliki oleh agamaku."
Kami pun menjawab, "Tentu, ditemukan hal yang lebih baik dalam agama kami."
Muhammad berkata, "Saya siap berpindah agama apabila kalian dapat menunjukkan bukti dan dalil mengenai hal itu kepadaku."
Saya menjawab, "Agama kami tidak dapat dijelaskan dengan bukti, dalil, atau rasionalitas. Bagi kami, itu merupakan sesuatu yang harus diterima, dan keyakinan semata. Lalu, bagaimana kami dapat menunjukkan padamu bukti dan dalil?"
Muhammad berkata, "Tetapi Islam adalah agama keyakinan (akidah), bukti, dalil, akal, dan wahyu dari langit."
Saya berkata, "Jika agamamu berpegang kepada bukti dan dalil, maka saya ingin belajar darimu supaya saya dapat mengetahuinya."
Ketika dialog kami sampai pada masalah trinitas, masing-masing dari kami membaca naskah Injil yang dipegangnya, dan kami tidak mendapati sesuatu yang dapat menjelaskan kepada kami mengenai hal itu, kami pun bertanya kepada Muhammad, "Bagaimana keyakinan mengenai Tuhan dalam Islam?"
Ia menjawab,

Katakanlah, "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
(Al-Ikhlas: 1-4)

Ia mengucapkannya dalam Bahasa Arab, lalu menerjemahkan artinya kepada kami, dan seakan-akan suaranya ketika membacanya dalam Bahasa Arab telah masuk dalam hatiku saat itu, dan seakan-akan suaranya terus terngiang-ngiang ditelingaku, dan saya terus mengingat-ingatnya. Adapun mengenai maknanya, tidak ada makna yang lebih jelas, lebih utama,lebih kuat, lebih ringkas, dan lebih menyeluruh dari makna ayat tersebut.
Hal ini bagaikan kekagetan yang kuat bagi diri kami, meski selama ini kami hidup bersamanya disertai dengan pertentangan dan kesesatan pandangan mengenainya.
Tatkala saya ingin mengajaknya memeluk Nasrani, ia justru berkata dengan tenang, "Jika engkau mampu menunjukkan kepadaku bahwa agama Kristen lebih benar daripada Islam, maka saya akan mengikuti agama yang engkau serukan itu." Saya pun setuju, lalu Muhammad memulai pembicaraannya, "Manakah dalil-dalil yang menetapkan bahwa agamamu lebih utama dan lebih benar?"

Saya menjawab, "Kami tidak beriman dengan menggunakan dalil-dalil, tetapi dengan indera dan perasaan. Dengan inilah kami memeluk agama kami dan Injil juga tidak pernah membicarakan tentang dalil-dalil itu."
Muhammad berkata, "Tidak cukup beriman dengan hanya menggunakan indera, perasaan, atau berpegang pada pengetahuan kita semata. Akan tetapi, dalam Islam terdapat dalil-dalil, indera, dan mukjizat-mukjizat yang menetapkan bahwa agama yang benar di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala hanyalah Islam."
Joseph pun meminta dalil-dalil ini dari Muhammad dan bukti-bukti lain yang menetapkan kebenaran agama Islam.
Muhammad menjawab, "Sesungguhnya bukti pertama kebenaran agama ini adalah Kitabullah Al-Qur'an Al-Karim yang tidak mengalami perubahan atau penyimpangan sejak diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam 1400 tahun yang lalu. Al-Qur'an ini telah dihafal banyak orang, yang jumlahnya mendekati 12 juta umat Islam, dan tidak ditemukan kitab mana pun di muka bumi ini yang dihafal manusia sebagaimana umat Islam menghafalkan Al-Qur'an Al-Karim dari awal hayat hingga akhirnya,

"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya."
(Al-Hijr :9)

Dalil dan bukti ini sudah cukup untuk menetapkan bahwa agama yang benar di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Islam."

Mukjizat-mukjizat Al-Qur'an

Sejak saat itu, saya mulai mencari dalil-dalil materiil yang menetapkan bahwa Islam adalah agama yang benar, dan memakan waktu selama 3 bulan berturut-turut. Setelah itu, saya mendapatkan dalam Kitab Suci bahwa akidah yang paling benar yang dianut oleh Isa Alaihissalam adalah tauhid, dan saya tidak mendapati di dalamnya bahwa Tuhan itu berjumlah tiga, bahkan Isa mengajak untuk mengesakan Allah.
Saya juga menemukan bahwa agama-agama langit (samawi) tidak berbeda keyakinan mengenai Dzat Allah, dan seluruhnya mengajak kepada akidah yang tetap bahwasanya tiada Tuhan selain Allah seperti yang diajarkan agama Kristen sebelum terjadi penyimpangan dan penyelewengan. Dan, sebagaimana yang kita ketahui bahwa Islam datang sebagai penutup risalah-risalah langit dan menyempurnakannya, serta mengeluarkan manusia dari kemusyrikan menuju ketauhidan dan keimanan kepada Allah, dan masuknya saya dalam agama Islam justru akan menyempurnakan keimananku bahwa agama Kristen sebenarnya juga mengajak untuk beriman kepada Allah semata, dan menjelaskan bahwa Isa adalah hamba dan Rasul-Nya. Sehingga, siapa pun yang tidak mengimani hal itu berarti ia bukan termasuk umat Islam.
Kemudian, saya mendapati bahwa Allah menantang kaum kafir dengan Al-Qur'an seandainya mereka dapat mendatangkan ayat atau surah yang serupa dengannya, meskipun hanya berjumlah tiga ayat saja seperti Surah Al-Kautsar, namun mereka tidak mampu melakukannya.

"Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surah (saja) yang semisal Al-Qur'an itu."
(Al-Baqarah: 23)

Juga, di antara mukjizat-mukjizat yang saya lihat dan yang menetapkan bahwa Islam merupakan agama yang benar di sisi Allah, yaitu berita-berita yang disampaikan Al-Qur'an, seperti:

"Alif Laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang."
(Ar-Rum: 1-3)

Berita yang terkandung dalam ayat ini benar-benar terjadi setelah disebutkan dalam Al-Qur'an. Demikian pula, dengan Surah Az-Zalzalah yang membicarakan tentang keguncangan (gempa) yang memang terjadi di beberapa daerah, juga mengenai sampainya menusia ke angkasa dengan ilmu pengetahuan. Ini merupakan penafsiran dari ayat,

"Hai jamaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan."
(Ar-Rahmah: 33)

Kekuatan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah ilmu pengetahuan yang dengannya manusia dapat mencapai angkasa. Sungguh, ini merupakan pandangan yang benar dan jujur dari Al-Qur'an Al-Karim.
Adapun mukjizat yang meninggalkan efek besar dalam jiwaku, yaitu segumpal darah ('alaqah) yang disebutkan dalam Al-Qur'an Al-Karim, dan yang telah dijelaskan oleh pakar pengetahuan, Al-Kindi, "Sesungguhnya segumpal darah ini yang berhubungan dengan rahim ibu, dan itu terjadi setelah sperma berubah dalam rahim dan menjadi darah yang menggumpal." Ternyata, Al-Qur'an telah menyebutkan tentang hal ini sebelum para pakar janin menemukannya di masa modern, dan sekaligus menjadi keterangan bagi kaum kafir dan atheis.
Setelah melakukan penelitian secara kontinyu selama tiga bulan, dan Muhammad masih hidup bersama kami dalam satu atap. Karena itu, ia memperoleh kasih sayang dari banyak pihak, dan ketika saya melihatnya bersujud kepada Allah dan meletakkan keningnya di bumi, saya mengetahui hal itu sungguh luar biasa.

Muhammad bagaikan Malaikat

Yousef Easts menceritakan tentang temannya, "Perumpamaan lelaki ini, Muhammad, bagaikan malaikat yang memiliki dua sayap yang terbang dengan kedua sayap tersebut.
Setelah saya mengetahui kepribadiannya, suatu saat, temanku yang seorang pendeta meminta kepada Muhammad, "Apakah memungkinkan kami pergi bersamamu ke Masjid, supaya kami dapat mengetahui secara lebih banyak tentang ibadah umat Islam dan shalat mereka?" Kami pun melihat orang-orang yang hendak menunaikan shalat berdatangan ke Masjid, menunaikan shalat, lalu pulang." Saya bertanya, "Mereka langsung pulang? Tanpa ada ceramah atau nyanyian?" Ia menjawab, "Ya."
Setelah berlalu beberapa hari, pendeta tadi meminta kepada Muhammad untuk menemaninya ke Masjid untuk kali kedua. Akan tetapi, kali ini mereka terlambat pulang hingga waktu telah gelap. Kami merasa khawatir sesuatu terjadi pada mereka.

Pada akhirnya, mereka sampai rumah. Ketika saya membuka pintu, saya segera dapat mengenali Muhammad, tetapi kemudian saya berkata, "Siapakah ini?" Seseorang yang mengenakan baju putih dan peci. Ia menunggu beberapa saat, dan ternyata ia adalah temanku, si pendeta! Saya bertanya kepadanya, "Apakah engkau telah menjadi seorang muslim?" Ia menjawab, "Ya, hari ini saya telah menjadi seorang muslim." Saya sungguh heran, bagaimana bisa ia mendahuluiku masuk Islam. Lalu, saya naik ke lantai atas untuk berpikir sejenak, kemudian saya mulai berbicara dengan istriku mengenai topik ini, dan ia berkata kepadaku, "Saya kira saya tidak akan dapat melanjutkan hubunganku bersamamu lebih lama lagi."
Saya bertanya kepadanya, "Mengapa? Apakah engkau menduga saya akan masuk Islam?"
Ia menjawab, "Tidak, justru saya yang akan masuk Islam."
Saya berkata kepadanya, "Sebenarnya saya juga ingin masuk Islam."
Saya pun keluar dari pintu rumah dan tertunduk sujud ke arah kiblat seraya berkata, "Ya Tuhan, berikanlah petunjuk kepadaku."

Saya turun ke lantai bawah, dan membangunkan Muhammad, serta memintanya untuk berdiskusi denganku. Kami berjalan dan berdialog sepanjang malam itu, hingga tiba waktu shalat subuh. Akhirnya, saya yakin bahwa kebenaran datang, dan kesempatan terbentang di hadapanku.
Adzan subuh berkumandang, saya tertunduk dan meletakkan kepalaku ke tanah, seraya memohon kepada 'tuhan'ku suatu petunjuk yang dapat membimbingku. Setelah berselang beberapa waktu, saya mengangkat kepalaku ke atas dan saya tidak mendapati sesuatu apa pun. Saya tidak melihat burung atau para malaikat yang turun dari langit, tidak mendengar suara atau musik apapun, dan juga saya tidak melihat cahaya.
Saya pun menyadari bahwa waktunya memang telah tepat, supaya saya berhenti menipu diri sendiri, dan menjadi seorang muslim yang konsisten. Kini, saya mengetahui apa-apa yang harus saya kerjakan.

Pada tanggal 11 pagi, saya berdiri di antara dua saksi; Pendeta tadi dan yang saya kenal sebelumnya dengan Papa Peter Jacob, dan Muhammad Abdurrahman, untuk mempermaklumkan syahadatku. Selang beberapa saat, istriku juga mengumumkan keislamannya setelah ia mendengar tentang keislamanku.
Adapun ayahku sangat berhati-hati menyingkapi hal ini, dan ia menanti beberapa bulan sebelum mengucapkan dua kalimat syahadat.
Syaikh Yousef berkata, "Saya melihat keislaman kami semua merupakan anugrah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan dikarenakan teladan baik yang diberikan oleh orang muslim itu yang berdakwah dengan baik, dan sebelumnya ia berinteraksi dengan baik pula, sebagaimana yang biasa kita katakan, "Jangan hanya berkata kepadaku, tetapi tunjukkanlah bukti."

Kami Masuk Islam Sekaligus!

Tiga orang pemimpin agama dari tiga golongan berbeda telah masuk Islam. Kami masuk Islam dalam satu waktu, dan kami menempuh jalan yang sangat berkebalikan dari yang kami yakini sebelumnya. Perkara tidak cukup sampai disini saja, bahkan pada tahun itu, seorang murid sekolah teologi yang akrab dipanggil "Jo" juga masuk Islam setelah ia membaca Al-Qur'an. Masih tidak cukup disini, bahkan saya melihat banyak uskup, pendeta, dan pemimpin-pemimpin agama lainnya yang masuk Islam dan meninggalkan keyakinan mereka sebelumnya.
Bukankah ini merupakan bukti terbesar akan kebenaran Islam, dan posisinya sebagai agama yang benar? Setelah sebelumnya kami hanya berpikir untuk masuk Islam. Sungguh, peristiwa itu tidak dapat digambarkan dengan apapun juga.
 

Bukti-bukti di atas yang menunjukkan bahwa agama yang benar di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Islam, telah menjadikanku kembali kepada jalan lurus, yang dianugrahkan Allah sejak kelahiran kita dari perut ibu kita, sebab manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah 'tauhid', dan keluarganyalah yang mencetaknya menjadi Yahudi atau Nasrani.
Keislamanku tidak individual, tetapi dianggap sebagai keislaman kolektif dimana saya dan seluruh keluarga dalam waktu yang relatif singkat sejak orang muslim Mesir itu tinggal bersama di rumah kami --- yang dengan keberadaan dan cara hidupnya --- kami telah menemukan hal-hal baru yang tidak kami ketahui tentang umat Islam dan yang tidak kami miliki sebagai seorang Nasrani.
Ayahku masuk Islam setelah sekian lama berpegang pada ajaran gereja, dan menyeru manusia untuk taat kepada ajaran-ajaran tersebut. Lalu, istri dan anak-anakku yang masuk Islam. Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kami sebagai umat Islam. Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkan kami menuju Islam, dan menjadikan kami sebagai bagian dari umat Muhammad yang merupakan sebaik-baik umat.
 

Hatiku telah terpatri mencintai Islam dan mencintai ketauhidan, serta keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Saya semakin terpesona dengan agama Islam daripada pesona yang pernah saya rasakan dalam agama Nasrani. Saya pun mulai berdakwah Islam, dan menyajikan gambaran murni mengenainya, yang saya ketahui dari agama Islam yang merupakan agama yang toleran dan beretika, agama yang lembut dan penuh kasih.







Wassalam,




"  EG  "

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oral Sex in Accordance with God's Will

Perpuluhan Adalah Ajaran Sesat Kristen

Yesus vs Paulus